Film
ini menceritakan kisah nyata yang berlatarbelakang peristiwa konflik di Afrika
Selatan tahun 1990 sampai 1994 yang banyak menimbulkan korban berjatuhan dan
menceritakan empat orang jurnalis foto
yang bertugas di daerah konflik tersebut. Ke empat jurnalis foto
tersebut adalah Kevin Carter, Greg Marinovich, Joao Silva dan Ken Oosterbroek. Periode awal 1990an, dua kubu di Afrika
Selatan saling membunuh satu sama lain. Hanya karena perbedaan pandangan
politik mereka turun ke jalan, saling menyerang dengan senjata tajam.
Sebagai jurnalis di daerah konflik
bukanlah hal yang mudah, mereka harus siap menghadapi hal yang terburuk yang
mungkin terjadi serta keselamatan yang tak terjamin. Greg salah satunya, ketika
ia memasuki daerah salah satu suku malah ia di hakimi massa dan hampir tewas,
untung nyawanya masih dapat terselamatkan karena mengetahui identitasnya
sebagai jurnalis yang ingin mengetahui konflik dari sudut suku. Sedangkan Ken
tidak beruntung ia tewas tertembak saat meliput perang berlangsung. Melihat
hal-hal yang tidak manusiawi, keji dan buruk dalam peperangan serta tangisan
kehilangan nyawa merupakan makanan sehari-hari mereka dalam bertugas sebagai
jurnalis di daerah konflik.
Diantara mereka, yang paling berani
adalah Greg. Ia berani terjun langsung secara dekat dengan medan perang. Greg
yang melihat seseorang yang sedang dikeroyok oleh sekelompok orang,
berusaha melerai tetapi sayangnya apa yang dilakukan oleh Greg tidak
dipedulikan oleh kelempok massa tersebut. Hingga akhirnya orang yang dikeroyok
tadi di bakar hidup-hidup dan di bacok kepalanya. Greg begitu terpukul dengan
apa yang dia lihat, namun pada akhirnya Greg tetap mengabadikan peristiwa
tersebut dengan kameranya. Keberanian itu pula
yang kemudian diganjar dengan Pulitzer Prize hadiah paling bergengsi untuk para
jurnalis untuk sebuah karya fotonya yang
fenomenal. 3 tahun kemudian giliran Kevin Carter yang meraih penghargaan
Pulitzer, dia memotret seorang anak perempuan kecil yang kurus kering
akibat kelaparan, dia jongkok lemas ditanah dan seekor burung bangkai sudah
mengintainya, seolah-olah berharap gadis itu meninggal dan menjadi makanannya.
Walaupun foto tersebut memenangkan Pulitzer tapi menjadi perdebatan, karena
publik menganggap Kevin hanya mementingkan foto yang dia potret bukan gadis
tersebut. Fotonya yang luar biasa menyentuh itu,
semua orang kemudian menanyakan nasib si anak perempuan dalam foto tersebut. St.
Petersburgh Times di Florida bahkan menyebut kalau Carter tidak ada bedanya
dengan burung bangkai itu. Dia hanya peduli pada frame dan sama sekali tidak
peduli pada nasib si anak perempuan. Tudingan ini menambah daftar alasan untuk
depresi pada sosok Kevin Carter selain berderet alasan lain yang sudah terekam
dalam ingatannya. Kemudian juli 1994 Kevin menghabisi nyawanya sendiri .
Catatan bunuh dirinya menjadi bukti kalau dia sama sekali tidak bisa bertahan
lagi dari segala macam trauma yang melekat selama masa pengabdiannya sebagai
fotografer, ditambah lagi dengan kepergian temannya Ken yang meninggal dalam
tugas.
Nilai-nilai
Jurnalistik
- · Berani dalam mencari berita/foto di kondisi konflik, tanpa memikirkan resiko yang terjadi.
- · Peka terhadap kejadian-kejadian yang menarik untuk dijadikan laporan berita.
- · Semangat kerjanya dalam mencari berita/foto dalam daerah konflik.
Namun ada yang tidak patut ditiru
sebagai jurnalis, dalam kisah mereka di film The Bang Bang Club, setelah siang
hari mereka mencari berita, pada malam harinya dalam film tersebut digambarkan
mereka berfoya-foya ke club malam. Kevin juga digambarkan menggunakan
narkotika, walaupun dengan alasan untuk membuat berani ataupun melupakan
kejadian-kejadian buruk, tetap hal itu tidak boleh dilakukan. Sebagai jurnalis
kita harus menjadi contoh yang baik untuk masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca artikel ini ^_^ Silahkan memberi komentar dengan kata-kata yang sopan. Harap tidak memberi komentar dengan kata-kata kasar ^_^