A. MAHAR
a.
Pengertian dan Hukum Mahar
Mahar atau maskawin adalah harta
pemberian mempelai lelaki kepada mempelai perempuan yang merupakan hak istri
dan sunnat disebutkan ketika akad berlangsung.[1]
Firman Allah SWT dalam Al-qur’an An-Nisa
ayat 4:
“Dan berikanlah maskawin kepada orang perempuan yang
engkau kawini sebagai pemberian yang wajib, tetapi apabila istri itu dengan
suka rela menyerahkannya kepada kamu, makanlah pemberiannya itu dengan senang
dan baik-baik”
b.
Kadar Maskawin
Banyaknya maskawin itu tidak
dibatasi oleh syariat Islam.Hanya menurut
kekuatan suami dan keridhohan istri.Sungguhpun demikian hendaklahsuami sanggup
membayarnya. Karena mahar yang telah ditetapkan akan menjadi utang atas suami wajib
membayarnya selayaknya hutang, membayarsebanyak mahar yang telah ditetapkan
waktu ijab kabul.[2]
Mahar tidak harus berupa benda atau uang, tetapi juga dapat berupa satu hal
atau perbuatan yang bermanfaat. Maka tidak ada cacatnya, jika mahar hanya
berbentuk cicin dari besi atau berupa mengajarkan Al-Qur’an sebagaimana yang
pernah terjadi di kalangan sahabat. Karena Islam mengnginkan terbuakanya
keseempatan kawin buat sebanyak mungkin lelaki dan wanita, agar semua dapat
terhindar dari berbuatan ma’shiat, dan agar dapat menikmati perkawinan secara
halal dan diridhohi oleh Allah.[3]
Mengenai besarnya mahar terdapat
beberapa pendapat, Imam Syafi’I, Ahmad, Ishaq,Abu Tsaur dan beberapa kalangan
tabi’in berpendapat bahwa bagi mahar tidak ada batas terendahnya. Sedangkan
Imam Malik berpendapat bahwa sedikit-dikitnya mahar adalah seperempat dirham
emas, atau perak seberat tiga dirham timbangan, atau barang yang sebanding dengan
tiga dirham tersebut.
Dan Iman Abu
Hanifahberpendapat bahwa sedikit-dikitnya mahar adalah sepuluh dirham. Kemudian
ada riwayat lain juga yang menyebutkan lima dirham dan ada juga yang empatpuluh
dirham.[4]
c.
Macam-macam mahar
1.
Mahar musamma, mahar yang
disebutkan bentuk wujud atau nilainya secara jelas dalam akad. Selanjutnya
kewajiban suami untuk memenuhi selama hidupnya atau selama berlangsung
perkawinan. Suami wajib membayar mahar tersebut dengan wujud atau nilainya
sesuai dengan apa yang disebutkan dalam akad perkawinan itu.
2.
Mahar mitsli, mahar yang
tidak disebutkan jenis jumlahnya pada waktu akad, maka kewajibannya adalah
membayar mahar sebesar mahar yang diterima oleh perempuan dalam keluarganya.
-
Mahar mitsli diwajibkan
dalam tiga kemungkinan:
Pertama, dalam keadaan suami
tidak ada menyebutkan sama sekali mahar dan jumlahnya.
Kedua, suami menyebutkan mahar
musamma, namun mahar tersebut tidak memenuhi syarat yang ditentukan atau mahar
tersebut cacat seperti maharnya adalah miras.
Ketiga, suami ada menyebutkan mahar
musamma, namun kemudian suami istri berselisih dalam jumlah atau sifat mahar
tersebut dan tidak dapat diselesaikan.
[1]Proyek Pembinaan dan Sarana IAIN, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Departemen Agama,
1985), hlm 109
[2]Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Jakarta : Attahiriyah, 1976), hlm 373
[3] Moh
Saifulloh Al Aziz S, Fiqih Islam Lengkap,
(Surabaya : Terbit Terang, 2005), hlm 492
[4] Ibnu
Rusy, Tarjamah Bidayatul Mujtahid II,
hlm 386
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca artikel ini ^_^ Silahkan memberi komentar dengan kata-kata yang sopan. Harap tidak memberi komentar dengan kata-kata kasar ^_^