Senin, 11 Februari 2013

Mahar dalam Islam


A.  MAHAR
a.    Pengertian dan Hukum Mahar
Mahar atau maskawin adalah harta pemberian mempelai lelaki kepada mempelai perempuan yang merupakan hak istri dan sunnat disebutkan ketika akad berlangsung.[1]
Firman Allah SWT dalam Al-qur’an An-Nisa ayat 4:
“Dan berikanlah maskawin kepada orang perempuan yang engkau kawini sebagai pemberian yang wajib, tetapi apabila istri itu dengan suka rela menyerahkannya kepada kamu, makanlah pemberiannya itu dengan senang dan baik-baik”
b.    Kadar Maskawin
Banyaknya maskawin itu tidak dibatasi oleh syariat Islam.Hanya menurut kekuatan suami dan keridhohan istri.Sungguhpun demikian hendaklahsuami sanggup membayarnya. Karena mahar yang telah ditetapkan akan menjadi utang atas suami wajib membayarnya selayaknya hutang, membayarsebanyak mahar yang telah ditetapkan waktu ijab kabul.[2]
Mahar tidak harus berupa benda atau uang, tetapi juga dapat berupa satu hal atau perbuatan yang bermanfaat. Maka tidak ada cacatnya, jika mahar hanya berbentuk cicin dari besi atau berupa mengajarkan Al-Qur’an sebagaimana yang pernah terjadi di kalangan sahabat. Karena Islam mengnginkan terbuakanya keseempatan kawin buat sebanyak mungkin lelaki dan wanita, agar semua dapat terhindar dari berbuatan ma’shiat, dan agar dapat menikmati perkawinan secara halal dan diridhohi oleh Allah.[3]
            Mengenai besarnya mahar terdapat beberapa pendapat, Imam Syafi’I, Ahmad, Ishaq,Abu Tsaur dan beberapa kalangan tabi’in berpendapat bahwa bagi mahar tidak ada batas terendahnya. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa sedikit-dikitnya mahar adalah seperempat dirham emas, atau perak seberat tiga dirham timbangan, atau barang yang sebanding dengan tiga dirham tersebut.
            Dan Iman Abu Hanifahberpendapat bahwa sedikit-dikitnya mahar adalah sepuluh dirham. Kemudian ada riwayat lain juga yang menyebutkan lima dirham dan ada juga yang empatpuluh dirham.[4]
c.    Macam-macam mahar
1.    Mahar musamma, mahar yang disebutkan bentuk wujud atau nilainya secara jelas dalam akad. Selanjutnya kewajiban suami untuk memenuhi selama hidupnya atau selama berlangsung perkawinan. Suami wajib membayar mahar tersebut dengan wujud atau nilainya sesuai dengan apa yang disebutkan dalam akad perkawinan itu.
2.    Mahar mitsli, mahar yang tidak disebutkan jenis jumlahnya pada waktu akad, maka kewajibannya adalah membayar mahar sebesar mahar yang diterima oleh perempuan dalam keluarganya.
-       Mahar mitsli diwajibkan dalam tiga kemungkinan:
Pertama, dalam keadaan suami tidak ada menyebutkan sama sekali mahar dan jumlahnya.
Kedua, suami menyebutkan mahar musamma, namun mahar tersebut tidak memenuhi syarat yang ditentukan atau mahar tersebut cacat seperti maharnya adalah miras.
Ketiga, suami ada menyebutkan mahar musamma, namun kemudian suami istri berselisih dalam jumlah atau sifat mahar tersebut dan tidak dapat diselesaikan.



[1]Proyek Pembinaan dan Sarana IAIN, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Departemen Agama, 1985), hlm 109
[2]Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Jakarta : Attahiriyah, 1976), hlm 373
[3] Moh Saifulloh Al Aziz S, Fiqih Islam Lengkap, (Surabaya : Terbit Terang, 2005), hlm 492
[4] Ibnu Rusy, Tarjamah Bidayatul Mujtahid II, hlm 386

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca artikel ini ^_^ Silahkan memberi komentar dengan kata-kata yang sopan. Harap tidak memberi komentar dengan kata-kata kasar ^_^