Induksi
adalah suatu bentuk penalaran yang menyimpulkan suatu proporsisi umum dari
sejumlah proporsisi khusus yang berbentuk ‘S’ ini adalah ‘P’ (Subjek ini adalah
perdikat). Aristoteles mendefinisikan induksi yaitu proses peningkatan dari
hal-hal yang bersifat individual kepada yang bersifat unviversal (a passage
from individuals to universals). Di situ premisnya berupa proporsisi-proporsisi
singular, sedang konklusinya sebuah proposisi universal, yang berlaku secara
umum.Maka induksi dalam bentuk ini disebut generalisasi.
Ciri-ciri dari induksi :
1. Premis-premis dari induksi ialah
proporsisi emperik yang langsung kembali pada observasi indera atau proporsisi
dasar (basic statement)
2. Konklusi penalaran induksi itu
lebih luas daripada apa yang dinyatakan premis-premisnya.
3. Meskipun konklusi induksi itu
tidak mengikat, akan tetapi manusia yang normal akan menerimanya, kecuali kalau
ada alasan untuk menolaknya.
GENERALISASI INDUKTIF
Dalam induksi kesimpulan yang
dicapai selalu berupa generalisasi (pengunguman).
Syarat-syarat generalisasi
1. Generalisasi harus tidak
terbatas secara numerik
2. Generalisasi harus tidak
terbatas secara spasio-temporal, artinya, tidak boleh terbatas dalam ruang dan
waktu
3. Generalisasi harus dapat
dijadikan dasar pengandaian.
Apabila
kita hendak membuat generalisasi induktif, prosesnya adalah sebagai berikut:
Seorang siswa smp yang mengikuti ulangan harian hanya belajar siang hari
sebelumnya (tidak belajar pada malam hari), remidi atau tidak lulus. Pada
kesempatan ulangan harian berikutnya ia juga hanya belajar pada siang hari
sebelumnya saja, tidak lulus. Dengan remidial tiga kali berturut-turut ia sudah
dapat membuat generalisasi induktif: “Saya tidak dapat lulus pada ulangan
harian apabila saya hanya belajar pada siang hari saja.”
Apabila
diamati hakikatnya, terdapat generalisasi empiris dan generalisasi yang
diterangkan. Suatu generalisasi empiris mengatakan bahwa suatu hubungan
universal yang ada adalah begini begitu. Begitu pengetahuan maju dan sebab
serta akibat dipelajari maka suatu generalisasi empiris menjadi generalisasi
yang diterangkan.
Induksi Tidak Lengkap dan
Hakikat Kesimpulannya
Induksi
lengkap diperoleh manakala seluruh kejadian khususnya telah diselidiki dan
diamati, namun sudah diambil suatu kesimpulan umum, maka diperoleh induksi
tidak lengkap. Alasan adanya induksi tidak lengkap: keterbatasan manusia.
Penalaran induktif, sesuai dengan sifatnya, tidak memberikan jaminan bagi
kebenaran kesimpulannya. Meskipun misalnya, premis-premisnya semua benar,
tidaklah secara otomatis membawa akibat pada kebenaran kesimpulan. Pada induksi
tidak lengkap kesimpulannya dapat menjadi bersifat tidak lebih dari ‘mungkin
betul’ manakala premis-premisnya benar. Kesimpulan penalaran induktif tidak
100% pasti.
Induksi dan Metode Ilmiah
Induksi
erat hubungan dengan metode ilmiah (scientific method). Sebab induksi adalah
dasar metode ilmiah. Bahkan terciptanya kerangka berfikir bahwa, ilmu adalah
ilmu manakala berupa penalaran induktif. Hal ini tidak benar. Pengamatan ilmiah
terhadap hal-hal yang konkret individual menjurus pada penemuan fakta dan
teori-teori serta hipotesis-hipotesis yang merupakan asumsi-asumsi. Semuanya
merupakan generalisasi induktif.
Menaruh
kepercayaan pada sistem berfikir di kenal sebagai metode ilmiah. Pertama-tama,
kita mengamati fakta-faktanya; berikutnya membuat hipotesis guna menjelaskan
fakta-faktanya; langkah ketiga menguji hipotesis secara tuntas. Tidak cukup
sekali dalam melakukan pengamatan ilmiah untuk mencari kebenaran.
Misalnya menguji
teori teman yang mengatakan bahwa orang yang bergaul dengan orang Madura
mempunyai sifat tempramental yang tinggi.
·
Langkah 1
Selidiki orang
yang bergaul dengan orang Madura hubungan dengan sifatnya. (manakala korelasi
kecil atau tidak ada korelasi antara kedua faktor, maka telah membuktikan bahwa
pernyataan itu tidak sah. Tetapi agakknya terdapat hubungan tertentu diantara
orang Madura dan tempramental tinggi, maka perlu melanjutkan pengujian secara
tuntas.)
·
Langkah 2
Selidiki sejumlah
besar orang yang tidak bergaul dengan orang Madura hubungan dengan sifatnya,
dan pertimbangkan hasilnya.
·
Langkah 3
Selanjutnya
memeriksa sejumlah orang yang bergaul dengan orang sifat tempramental tinggi
guna melihat apakah orang tersebut bergaul atau tidak dengan orang Madura.
·
Langkah 4
Pemeriksaan terakhir
yang harus dibuat adalahuntuk melihat apakah sejumalah sama dari orang-orang
dengan sifat tempramental rendah memiliki pergaulan dengan oran Madura atau
yang lainnya yang tidak terkualifikasikan.
Begitulah ilmu pembuktian, yakni
kesimpulan diteliti dengan seksama melalui bukti-bukti (evidensi) yang memadai.
Jangan jadi peragu-ragu yang sinis dan jangan sekali-sekali menerima kesimpulan
yang tidak mempunyai bukti-bukti.
ANALOGI INDUKTIF
Analogi sebagai dasar induksi
‘Analogi
dalam bahasa Indonesia ialah ‘kias’ (Arab: qasa = mengukur, membandingkan).
Berbicara tentang analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang
satu bukan yang lain. Dalam mengadakan perbandingan, orang mencari persamaan
dan perbedaan diantara hal-hal yang diperbandingkan.
Apa yang ditulis oleh Chairil Anwar
dalam sajaknya:
“Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang…”
Bukan sekedar perumpamaan, akan
tetapi suatu penalaran yang didasarkan ats analogi. Chairil tidak hanya membuat
perbandingan diantara dirinya sendiri dengan binatang jalang, akan tetapi juga
menarik kesimpulan ats dasar analogi itu, yaitu : (aku ini) dari kumpulannnya
terbuang. Prinsip yang menjadi dasar penalaran analogi induktif itu dapat
dirumuskan demikian :
Kareba
d itu analog dengan a, b, dan c, maka apa yang berlaku untuk a, b dan
c dapat diharapkan juga akan berlaku untuk d.
Contoh :
a. Ita anak ibu Kiki adalah
anak yang cantik dan anggun
b. Ina anak ibu Kiki adalah
anak yang cantik dan anggun
c. Ifa anak ibu Kiki adalah
anak yang cantik dan anggun
d. Ira adalah anak ibu Kiki
Ira
anak ibu Kiki adalah anak yang cantik dan anggun
Jdi,
analogi induktif tidak hanya menunjukkan persamaan diantara dua hal yang
berbeda, akan tetapi menarik kesimpulannya atas dasar persamaan itu. Berbeda
dengan generalisasi induktif, yang konklusinya berupa proposisi universal,
konklusi analogi induktif tidak selalu berupa proposisi universal, kan tetapi
tergantung subjek-subjek yang diperbandingkan dalam analogi.
Referensi :
Dr. W. Poespoprodjo, SH dan Drs.
EK. T.Gilarso, Logika Ilmu Menalar, CV. Pustaka Grafika, Bandung:1999
R.G. Soekadijo, Logika Dasar:
Tradisonal, Simbolik, dan Induktif, Gramedia Pustaka Utana, Jakarta:1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca artikel ini ^_^ Silahkan memberi komentar dengan kata-kata yang sopan. Harap tidak memberi komentar dengan kata-kata kasar ^_^