Senin, 11 Februari 2013

Definisi


                                                                                 



            Untuk pemikiran yang lurus serta komunikasi dengan orang lain harus memastikan arti (isi dan luas) pengertian-pengertian dan kata-kata yang dipakai. Pengertian dan diskusi akan kacau apabila tidak jelas apa yang dimaksudkan dengan istilah-istilah tertentu. Perumusan yang singkat, padat, jelas, dan tepat, yang menerangkan ‘apa sebenarnya suatu hal itu’ sehingga dengan jelas dapat dimengerti dan dibedakan dari semua hal lain, disebut definisi.
            Menurut arti kata, definisi berarti ‘pembatasan’. Maksudnya menentukan batas-batas pengertian tertentu sehingga jelas apa yang dimaksudkan, tidak kabur dan tidak dicampuradukkan dengan pengertian-pengertian lain. Tegasnya, definisi yang baik harus:
·         Merumuskan dengan jelas, lengkap, dan singkat semua unsur pokok (isi) pengertian tertentu itu.
·         Yaitu unsur-unsur yang perlu dan cukup untuk mengetahui apa ebenarnya barang itu (tidak lebih dan tidak kurang).
·         Sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari semua barang yang lain.

Jenis-jenis Definisi

a.       Definisi Nominal (atau menurut kata atau nama)
Definisi nominal hanyalah menerangkan arti “nama istilah tertentu”. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan:
1.      Kata sinonim yaitu kata searti yang lebih umum dimengerti. Misalnya: Paguyuban = perkumpulan, baik = bagus, dan benar = betul.
2.      Mengupas asal usul istilah tertentu (etimologi).
Misalnya: Psikologi itu berasal dari kata Yunani yaitu “Psyche” dan “Logos”. Arti kata “Logos” yaitu nalar, logika, atau ilmu. Karena itu Psikologi merupakan ilmu tentang “Psyche”, dalam bahasa inggris berarti “soul, mind, spirit” dan dalam bahasa indonesia berarti “jiwa”. Jadi, Psikologi berarti ilmu kejiwaan.
Definisi nominal ini berguna untuk memberi petunjuk tentang arti kata dan mencegah kesalahpahaman. Definisi nominal itu belumlah definisi dalam arti yang sebenarnya karena baru menerangkan arti nama atau istilah saja, dan belum menerangkan apa sebenarnya barang itu sendiri.

b.      Definisi Riel
Definisi Riel menerangkan apa sebenarnya barang tertentu itu, dengan menunjukkan realitas atau hakikat barang itu sendiri (bukan hanya namanya saja). Ada pelbagai cara menyusun definisi riel (yang mungkin saling melengkapi):

1.      Dari sifat khas atau hakiki (definisi logis/esensial)
Definisi ini selalu terdiri dari dua bagian: bagian pertama menunjukkan golongan ‘atasan’ atau jenis terdekat, yang menyatakan kesamaan hal yang didefinisikan itu dengan barang-barang lain (termasuk golongan nama). Bagian kedua menunjukkan sifat khas atau hakiki yang hanya terdapat pada barang itu saja, jadi menyatakan dalam hal apa barang itu justru berbeda dari barang-barang lain. Cara definisi ini paling umum dipakai. Contoh: Kerbau itu apa? Apakah sesuatu yang bisa dimakan? Tidak! Kerbau adalah binatang sejenis….
2.      Dari kumpulan sifat-sifat (definisi deskriptif)
Sedemikian rupa dari kumpulan sifat sehingga semua sifat itu bersama-sama ckup untuk menerangkan barang itu dengan jelas, hingga dapat dibedakan dari barang-barang lain. Definisi deskriptif ini banyak dipakai dalam ilmu alam, ilmu hayat dan sebagainya. Definisi deskriptif ‘keindahan’ misalnya sebagai berikut: keindahan itu cantik, keindahan itu elok, keindahan itu permai, keindahan itu molek, keindahan itu bagus, keindahan itu tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, keindahan itu identik dengan kebenaran.
3.      Dari sebab-sebab dan atau tujuannya (definisi kausal atau final)
Banyak barang, alat, kejadian dapat diterangkan dengan menunjukkan sebab-sebabnya dan maksud-maksudnya. Contoh: bantal adalah benda dipakai alas kepala yang nyaman untuk tidur sebab bantal berisikan kapuk/dakron yang membuatnya empuk.

Aturan-aturan Definisi

1.      Definisi harus dapat dibolak-balik dengan hal yang didefinisikan itu
Jadi, definisi harus persis sama luasnya dengan pengertian yang didefinisikan itu. Misalnya ‘kucing’ didefinisikan sebagai ‘binatang berbulu dan berekor’. Definisi ini tidak memenuhi syarat, karena ‘seekor binatang yang berbulu dan berekor’ itu belum tentu kucing bisa juga anjing. Pembalikan ini merupakan tes yang paling baik untuk memeriksa tepat-tidaknya sebuah definisi.
2.      Hal yang didefinikan itu tidak boleh masuk kedalam definisi.
Contoh: jangan merumuskan ‘hukum’ sebagai ‘ilmu tentang aturan hukum’.
3.      Definisi tidak boleh negatif, kalau dapat dirumuskan secara positif.
Misalnya: kecantikan bukanlah keburukkan. Hal itu benar namun belum menjelaskan apa sebenarnya definisi kecantikan.
4.      Definisi harus sungguh-sungguh menjelaskan
Definisi haruslah menyebutkan unsur-unsur pokok, dirumuskan sejelas-jelasnya, harus lebih jelas dari yang didefinisikan, dengan menghindari kata-kata yang sukar atau tidak perlu. Hanya menyebutkan satu dua contoh saja bukanlah definisi. Contoh salah: pakaian misalnya rok dan kemeja, rentenir adalah lintah darat.
5.      Definisi harus tepat perumusannya, tidak boleh lebih luas atau lebih sempit dari yang harus didefinisikan.
kalau yang didefinisikan itu suatu sifat maka jangan disebut suatu keadaan, dan sebagainya. Misalnya: keramahan ialah orang yang selalu…., kejahatan yaitu kalau orang… dan seterusnya.
6.      Definisi tidak boleh memuat metafora
Metafora atau kata kata kiasan tidak tanpa jasa, tetapi pemakaian kata tidak secara harfiyah hanya akan menciptakan kedwiartian yang tidak perlu dan mengaburkan.


Referensi :
Dr. W. Poespoprodjo, SH dan Drs. EK. T.Gilarso, Logika Ilmu Menalar, CV. Pustaka Grafika, Bandung:1999

                                                                                    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca artikel ini ^_^ Silahkan memberi komentar dengan kata-kata yang sopan. Harap tidak memberi komentar dengan kata-kata kasar ^_^