a.
Journalism first obligation
is to the truth
(kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran) elemen pertama jurnalisme
adalah harus menjujung kebenaran, tidak boleh ada berita yang ditambah atau
dikurangi. Memang untuk mendapatkan sebuah kebenaran, memerlukan proses yang
panjang. Tapi itulah yang harus dilakuakan oleh wartwan sebagai resiko
pekerjaan.wartawan dalam mencari kebenaran , benar – benar dituntut untuk
bekerja keras. Melakukan tugas – tugas kewartawanan seperti peliputan,
wawancara dengan nara sumber, memberitakan fakta,dll. Sebenarnya sebagai
wartawan kita tentunya sudah menghindari kebohongan pada publik. Bagaimanapun
wartwan harus bertangguing jawab atas berita yng dieampaikannya yang tentunya
harus mutlak benar. Dengan begitu kita ketahui kenapa elemen pertama dari jurnalisme
adalah sebuah kebenaran.
b.
its first loyalty is to
citizens
(loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga) loyalitas kepada warga
mengandung pengertian bahwa seorang jurnalis harus mengutamakan masyarakat,
kebutuhan masyarakat harus diutamakan.Dalam proses pemberitaan dari mulai
mencari berita, nara sumber,waratwan tidak dipengaruhi oleh apapun selain oleh
semangat kebenran dan loyalitas pada publik. Soal perusahaan yang mencari
keuntungan itu seharusnya bukan bagian dari apa yang haruys dipikrkan oleh
wartawan dalam memberitakan sesuatu.
c. Its essence is a discipline of verification (intisari jurnalisme adalah disiplin dalam verifikasi) disiplin
dalam verifikasi maksudnya bahwa jurnalis harus menguji kepastian dari berita
yang akan ditulisnya, ia harus mengecek kebenaran dan kepastian dari
peristiwa yang telah terjadi.Disiplin mampu membuat wartawan
menyaring desas-desus, gosip, ingatan yang keliru, manipulasi, guna mendapatkan
informasi yang akurat. Disiplin verifikasi inilah yang membedakan jurnalisme
dengan hiburan, propaganda, fiksi atau seni.tentunya dalm pencarian sumber
berita, wartwan harus benar – bebar melakukan verifikasi yang benar. Dengan
adanya disiplin verifikasi yang dilakukan wartawan fiktifisasi narasumber tudak
akan terjadi. Batas antara fiksi dan jurnalisme harus jelas, jurnalisme tidak
bisa digabungkan dengan fiksi. Semuanya harus fakta dan nyata.
Kovach dan Rosenstiel
menawarkan lima konsep dalam verifikasi:
ü Jangan
menambah atau mengarang apa pun
ü Jangan
menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa, maupun pendengar
ü Bersikaplah
setransparan dan sejujur mungkin tentang metode dan motivasi Anda dalam
melakukan reportase
ü Bersandarlah
terutama pada reportase Anda sendiri
ü Bersikaplah
rendah hati
d.
Its practitioners must
maintain an independence from those they cover (para
praktisinya harus menjaga independensi sumber berita) jurnalisme harus menjaga
independensi sumber berita, karena identitas sumber berita merupakan hal vital
dalam jurnalisme.Artinya dalam hal ini wartwan beanr – benara harus independen,
melakukan suatu peliputan dengan objektif. Tidak terpengaruh pada apapun,
kepentingan siapapun kecuali kepentingan bahwa kita adalh wartwan yang harus
menyampaikan beriyta yang benar – benar terjadi untuk disempaikan pada
masyarakat. Tidak peduli siapapun apapu. Bahkan jika itu menyangkut keluarga
kita, dan kita harus memberitakannya jangan anggap itu keluarga.Semangat
indepandensi harus dijunjung tiunggi oleh setiap wartawan. Untuk menghindari
kefiktifan narasumber saharusnya wartwan yang menuliskan berita itu disebutkan,
agar lebih bisa dimintai pertanggungjawabannya terhadap publik.
e.
It must serve as an
independent monitor of power (jurnalisme harus
berlaku sebagai pemantau kekuasaan) jurnalisme sebagai pemantau kekuasaan
maksudnya jurnalisme harus bisa memantau kekuasaan seseorang atau pihak-pihak
tertentu. Jika arah “kekuasaan” itu sudah mulai “melenceng” dari arah yang
semestinya, maka jurnalisme harus segera “meluruskannya”.
f.
It must provide a forum for
public criticism and compromise (jurnalisme harus
menyediakan forum publik untuk kritik maupun dukungan warga) jurnalisme harus
membuat forum publik untuk menampung usul-usul dari masyarakat, maupun kritik
dan dukungan dari mereka.Seorang wartwan yang bertanggung jawab
pda publik, juga harus mendengarkan apa keinginan publik itu sendiri. Wartawan
harus terbuka pada publik untuk mendengarkan segala sesuatunya. Logikanya
setiap orang boleh berpendapat dan memiliki rasa ingintahu yang sama.
g.
It must strive to make
significant interesting and relevan (jurnalisme
harus berupaya membuat hal yang penting, menarik dan relevan) berupaya membuat
hal menarik, penting dan relevan agar warga yang membaca berita tersebut tidak
bosan dan dapat menangkap maksudnya tanpa bertele-tele.
h.
It must keep the news
comprehensive and proporsional (jurnalisme harus
menjaga agar berita komprehensif dan proporsional) menjaga berita agar
komprehensif dan proporsional. Isi berita dapat dipertanggung jawabkan dengan
susunan berita yang teratur.Wartwan harus tahu bagaimana caranya melaporkan
suatu hal yang bermutu.
i.
Its practitioners must be
allowed to exercise their personal conscience (para
praktisinya harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka) dalam bertugas para
jurnalis harus menggunakan hati nuraninya. Maksudnya apabila berita tersebut
kurang berkenan untuk ditampilkan karena menyangkut kepentingan seseorang, di
sisi lain berita tersebut layak untuk diketahui oleh masyarakat luas. Maka
jurnalis harus menggunakan hati nurani sebagai patokan utamanya.
Keadaan Praktek Jurnalistikdi
Indonesia
Pers di Indonesia dilindungi negara
Indonesia dan memiliki undang-undang
yang mengatur tentang pers. Undang-undang no 40 tahun 1999 tantang pers pasal 4
di dalam ayat 1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi
warga negara, ayat kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan
penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran, ayat ketiga bahwa untuk
menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan
menyebarluaskan gagasan atau informasi dan ayat keempatbahwa dalam
mempertanggung jawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak
tolak bahkan dalam undang-undang dasar tahun 1945 disebutkan antra lain dalam
pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.
Namun atas segala perlindungan terhadap
pers yang di atur dalam undang-undang, masih ada ditemukan kasus pelanggaran
yang tidak sesuai dengan 9 elemen dalam buku bill kovach dan rosentiel. Seperti
kasus pelanggaran Indy Rachmawati dan TV One dalam kasus Makelar Kasus .Indy
melakukan fabrikasi berita yang menghadirkan narasumber palsu yang disuap uang
dengan isi berita non faktual atau fiksi (rekayasa), Andris. Walau Indy
melakukan pembelaan bahwa Andris pun sering tampil sebagai narasumber palsu di
stasiun TV lainnya, hal itu tidak bisa dikategorikan lumrah. Indy mendapatkan
hukuman skorsing dari tugasnya dan TV One diberi peringatan keras oleh Dewan
Pers.Iini salah satu contoh bentuk praktek jurnalistik yang tidak sesuai 9
elemen dalam buku Bill Kovach dan Rosentiel khususnya kebenaran dan
kedisiplinan verifikasi. Ini juga melanggar kode etik jurnalistik pasal kedua:
“Wartawan Indonesia menempuh cara-cara
yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”.
Kasus lainnya adalah pada tayangan Silet,
dimana skrip yang dibacakan pembawa acara, mengangkat komentar para normal,
dalam kasus meletusnya gunung Merapi. Komentar para normal yang mengatakan
gunung Merapi akan meletus dalam skala besar merupakan spekulasi dan tidak
terbukti, bisa dikategorikan sebagai berita bohong, kasus ini membuat geger
Yogja ditengan derita mengahdapi bencana. Ini tidak sesuai dengan 9 elemen
dalam buku Bill Kovach dan Rosentiel khususnya kebenaran dan memakai hati
nurani dalam bekerja. Media silet juga telah melanggar pasal 4 kode etik
jurnalistik :“Wartawan Indonesia tidak
membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.”
Kemudian ada juga kasus yang dilakukan
wartawan Jawa Pos yang mengaku mewawancarai
dengan Wan Nooraini Jusoh, istri dari almarhum doctor Azahari. Dalam
kenyataannya Wan Nooraini Jusoh menderita kanker tenggorokan yang tentunya
jelas tidak bias berbicara. Belum lagi dengan wartwan lainnya yang tidak bias
mewawancarai istri Doktor Azahari ini, jadi jelas hal ini hanya hasil
kretifitas imagi dari wartwan Jawa pos.
Tiga kasus tersebut adalah sebagian
contohkeadaan praktek jurnalistik di Indonesia, namun selain itu masih ada juga
praktek jurnalistik Indonesia yang bersih dan jujur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca artikel ini ^_^ Silahkan memberi komentar dengan kata-kata yang sopan. Harap tidak memberi komentar dengan kata-kata kasar ^_^