Sabtu, 19 Januari 2013

Sembilan Poin Elemen Jurnalistik dan Keadaan Praktek Jurnalistik Indonesia


a.       Journalism first obligation is to the truth (kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran) elemen pertama jurnalisme adalah harus menjujung kebenaran, tidak boleh ada berita yang ditambah atau dikurangi. Memang untuk mendapatkan sebuah kebenaran, memerlukan proses yang panjang. Tapi itulah yang harus dilakuakan oleh wartwan sebagai resiko pekerjaan.wartawan dalam mencari kebenaran , benar – benar dituntut untuk bekerja keras. Melakukan tugas – tugas kewartawanan seperti peliputan, wawancara dengan nara sumber, memberitakan fakta,dll. Sebenarnya sebagai wartawan kita tentunya sudah menghindari kebohongan pada publik. Bagaimanapun wartwan harus bertangguing jawab atas berita yng dieampaikannya yang tentunya harus mutlak benar. Dengan begitu kita ketahui kenapa elemen pertama dari jurnalisme adalah sebuah kebenaran.
b.      its first loyalty is to citizens (loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga) loyalitas kepada warga mengandung pengertian bahwa seorang jurnalis harus mengutamakan masyarakat, kebutuhan masyarakat  harus diutamakan.Dalam proses pemberitaan dari mulai mencari berita, nara sumber,waratwan tidak dipengaruhi oleh apapun selain oleh semangat kebenran dan loyalitas pada publik. Soal perusahaan yang mencari keuntungan itu seharusnya bukan bagian dari apa yang haruys dipikrkan oleh wartawan dalam memberitakan sesuatu.
c.       Its essence is a discipline of verification (intisari jurnalisme adalah disiplin dalam verifikasi) disiplin dalam verifikasi maksudnya bahwa jurnalis harus menguji kepastian dari berita yang akan ditulisnya, ia harus  mengecek kebenaran dan kepastian dari peristiwa yang telah terjadi.Disiplin mampu membuat wartawan menyaring desas-desus, gosip, ingatan yang keliru, manipulasi, guna mendapatkan informasi yang akurat. Disiplin verifikasi inilah yang membedakan jurnalisme dengan hiburan, propaganda, fiksi atau seni.tentunya dalm pencarian sumber berita, wartwan harus benar – bebar melakukan verifikasi yang benar. Dengan adanya disiplin verifikasi yang dilakukan wartawan fiktifisasi narasumber tudak akan terjadi. Batas antara fiksi dan jurnalisme harus jelas, jurnalisme tidak bisa digabungkan dengan fiksi. Semuanya harus fakta dan nyata.
Kovach dan Rosenstiel menawarkan lima konsep dalam verifikasi:
ü  Jangan menambah atau mengarang apa pun
ü  Jangan menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa, maupun pendengar
ü  Bersikaplah setransparan dan sejujur mungkin tentang metode dan motivasi Anda dalam melakukan reportase
ü  Bersandarlah terutama pada reportase Anda sendiri
ü  Bersikaplah rendah hati
d.      Its practitioners must maintain an independence from those they cover (para praktisinya harus menjaga independensi sumber berita) jurnalisme harus menjaga independensi sumber berita, karena identitas sumber berita merupakan hal vital dalam jurnalisme.Artinya dalam hal ini wartwan beanr – benara harus independen, melakukan suatu peliputan dengan objektif. Tidak terpengaruh pada apapun, kepentingan siapapun kecuali kepentingan bahwa kita adalh wartwan yang harus menyampaikan beriyta yang benar – benar terjadi untuk disempaikan pada masyarakat. Tidak peduli siapapun apapu. Bahkan jika itu menyangkut keluarga kita, dan kita harus memberitakannya jangan anggap itu keluarga.Semangat indepandensi harus dijunjung tiunggi oleh setiap wartawan. Untuk menghindari kefiktifan narasumber saharusnya wartwan yang menuliskan berita itu disebutkan, agar lebih bisa dimintai pertanggungjawabannya terhadap publik.
e.       It must serve as an independent monitor of power (jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan) jurnalisme sebagai pemantau kekuasaan maksudnya jurnalisme harus bisa memantau kekuasaan seseorang atau pihak-pihak tertentu. Jika arah “kekuasaan” itu sudah mulai “melenceng” dari arah yang semestinya, maka jurnalisme harus segera “meluruskannya”.
f.       It must provide a forum for public criticism and compromise (jurnalisme harus menyediakan forum publik untuk kritik maupun dukungan warga) jurnalisme harus membuat forum publik untuk menampung usul-usul dari masyarakat, maupun kritik dan dukungan dari mereka.Seorang wartwan yang bertanggung jawab pda publik, juga harus mendengarkan apa keinginan publik itu sendiri. Wartawan harus terbuka pada publik untuk mendengarkan segala sesuatunya. Logikanya setiap orang boleh berpendapat dan memiliki rasa ingintahu yang sama.
g.      It must strive to make significant interesting and relevan (jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting, menarik dan relevan) berupaya membuat hal menarik, penting dan relevan agar warga yang membaca berita tersebut tidak bosan dan dapat menangkap maksudnya tanpa bertele-tele.
h.      It must keep the news comprehensive and proporsional (jurnalisme harus menjaga agar berita komprehensif dan proporsional) menjaga berita agar komprehensif dan proporsional. Isi berita dapat dipertanggung jawabkan dengan susunan berita yang teratur.Wartwan harus tahu bagaimana caranya melaporkan suatu hal yang bermutu.
i.        Its practitioners must be allowed to exercise their personal conscience (para praktisinya harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka) dalam bertugas para jurnalis harus menggunakan hati nuraninya. Maksudnya apabila berita tersebut kurang berkenan untuk ditampilkan karena menyangkut kepentingan seseorang, di sisi lain berita tersebut layak untuk diketahui oleh masyarakat luas. Maka jurnalis harus menggunakan hati nurani sebagai patokan utamanya.
Keadaan Praktek Jurnalistikdi Indonesia
      Pers di Indonesia dilindungi negara Indonesia dan  memiliki undang-undang yang mengatur tentang pers. Undang-undang no 40 tahun 1999 tantang pers pasal 4 di dalam ayat 1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, ayat kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran, ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan atau informasi dan ayat keempatbahwa dalam mempertanggung jawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak bahkan dalam undang-undang dasar tahun 1945 disebutkan antra lain dalam pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
      Namun atas segala perlindungan terhadap pers yang di atur dalam undang-undang, masih ada ditemukan kasus pelanggaran yang tidak sesuai dengan 9 elemen dalam buku bill kovach dan rosentiel. Seperti kasus pelanggaran Indy Rachmawati dan TV One dalam kasus Makelar Kasus .Indy melakukan fabrikasi berita yang menghadirkan narasumber palsu yang disuap uang dengan isi berita non faktual atau fiksi (rekayasa), Andris. Walau Indy melakukan pembelaan bahwa Andris pun sering tampil sebagai narasumber palsu di stasiun TV lainnya, hal itu tidak bisa dikategorikan lumrah. Indy mendapatkan hukuman skorsing dari tugasnya dan TV One diberi peringatan keras oleh Dewan Pers.Iini salah satu contoh bentuk praktek jurnalistik yang tidak sesuai 9 elemen dalam buku Bill Kovach dan Rosentiel khususnya kebenaran dan kedisiplinan verifikasi. Ini juga melanggar kode etik jurnalistik pasal kedua: “Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”.
Kasus lainnya adalah pada tayangan Silet, dimana skrip yang dibacakan pembawa acara, mengangkat komentar para normal, dalam kasus meletusnya gunung Merapi. Komentar para normal yang mengatakan gunung Merapi akan meletus dalam skala besar merupakan spekulasi dan tidak terbukti, bisa dikategorikan sebagai berita bohong, kasus ini membuat geger Yogja ditengan derita mengahdapi bencana. Ini tidak sesuai dengan 9 elemen dalam buku Bill Kovach dan Rosentiel khususnya kebenaran dan memakai hati nurani dalam bekerja. Media silet juga telah melanggar pasal 4 kode etik jurnalistik :“Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.”
Kemudian ada juga kasus yang dilakukan wartawan Jawa Pos yang mengaku mewawancarai  dengan Wan Nooraini Jusoh, istri dari almarhum doctor Azahari. Dalam kenyataannya Wan Nooraini Jusoh menderita kanker tenggorokan yang tentunya jelas tidak bias berbicara. Belum lagi dengan wartwan lainnya yang tidak bias mewawancarai istri Doktor Azahari ini, jadi jelas hal ini hanya hasil kretifitas imagi dari wartwan Jawa pos.
Tiga kasus tersebut adalah sebagian contohkeadaan praktek jurnalistik di Indonesia, namun selain itu masih ada juga praktek jurnalistik Indonesia yang bersih dan jujur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca artikel ini ^_^ Silahkan memberi komentar dengan kata-kata yang sopan. Harap tidak memberi komentar dengan kata-kata kasar ^_^